Ngitung PPH [tak] Serumit Konstruksinya [BAGIAN 1 dari 3]

Sumber : ITR Volume VI Edisi 34 / 2007

PENDAHULUAN
Diantara sekian bayak wajib pajak perusahaan dan pengusaha jasa konstruksi mungkin menjadi salah satu WP yang agak pusing saat menghitung PPH. Sebab hasil perhitungan diatas kertas dengan faktanya kadang jauh berbeda. Belum lagi jika sudah masuk ke masalah SPT Tahunan PPH.

LATAR BELAKANG
Sejak tahun 1985 peratura perpajakan indonesia khususnya yang berkaitan dengan penhitungan PPH hanya memperkenankan para pelaku bisnis jasa konstruksi untuk menggunakan metode PERSENTASE PENYELESAIAN KONTRAK dalam penghitugan PPH mereka. Ketentuan mengenai kewajiban ini salah satunya tercermin dalam PP Nomor 42 Tahun 1985 tentang Pelaksaan UU PPH 1984.




Dalam pasal 5 tsb menyatakan bahwa laba bruto usaha dalam satu tahun pajak bagi WP yag bergerak dalam bidang pemborongan bangunan dihitung dengan jalan mencari penerimaan bruto dan biaya biaya atau pengeluaran yang diperbolehkan untuk dikurangkan berdasakrna METODE PERSENTASE TINGKAT PENYELESAIAN PEKERJAA, kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan.

Kewajiban uyntuk menggunakan metode ini hingga kini tetap dipertahankan khususnya bagi proyek konstruksi yang penyelesaiaanya memakan waktu lebih dari satu tahun pajak. Ketentua ini dapat dilihat dalam PP Nomor 138 tahun 2000 tanggal 21 Desember 20000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan.

Dalam pasal 6 PP Nomor 138 Tahun 2000, ditegaskan bahwa laba bruto usaha dalam suatu tahun pajak yang diterima atau diperoleh WP yang berusaha dibidang jasa konstruksi yang proses penyelesaiannya meliputi masa beberapa tahun pajak dihitung berdasarkan metode persentase tsb.

PERBEDAAN MENDASAR
Sedangkan meurutu prinsisp akuntansi keuangan umum, pengakuan penghasilan untuk bidang jasa konstruksi sebenarnya dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode yang diperkenankan yaitu metode kontrak selesai dan metode persentase penyelesaian pekerjaan. Kedua metode ini amat berebda sekali dalam soal penentuan besarya penghasilan yang harus diakui atau dicatat oleh pengusaha jasa konstruksi.

Dalam metode kontrak selesai penghasilan dan juga keuntungan yag diakui pada periuode dimana kontrak pembangunan konstruksi telah rampung atau selesai dilaksanakan. Untuk proyek konstruksi yang jangka waktunya tidak lebih dari satu periode, metode ini memang dapat dengan mudah diterapkan karena nilai penghasilan dan profit dapat dengan mudah dihitung berdasarkan nilai kontrak dikurangi degan biaya biaya proyek yang nyata nyata dapat dikeluarkan.

Akan tetapi hal ini akan berbeda jika pelaksanaan proyek pembangunannya meliputi jangka waktu lebih dari satu periode (satu tahun buku) , penggunaa completed contract methode dinilai tidak mencerminkan performa pengusaha jasa konstruksi pada setiap periode tahun buku. Selain itu pengakua penghasilan yang hanya dilakukan pada periode penyelesaian pembangunan tidak setiap tahun buku sebagaimana diterapkan dalam percentage of completion methode dianggap dapat menimbulkan peyimpangan dan juga pemutarbalikan fakta (distorsi) dalam pelaporan pendapatan da biaya proyek.

Karena hal hal diatas tersebutlah para praktisi akuntansi keuangan lebih meyarankan meggunakan percentage of completion method terutama untuk proyek konstruksi yang jangka waktu penyelesaiannya lebih dari satu periode. Dan peraturan pajak pun secara tegas telah menetapkan bahawa khsusu untuk pengusaha jasa konstruksi tertama yang sedag mengerjakan proyek jangka panjag harus menggunakan PERCENTAGE OF COMPLETION METHOD.

TIGA CARA PERHITUNGAN UNTUK PERCENTAGE OF COMPLETION METHOD
Secara umum metode persentase penyelasaian dapat diaplikasikan dega salah satu dari ketiga cara yaitu:

  1. Berdasarkan proporsi biaya kontrak untuk pekerjaa yang dilakukan sampai dnegna tanggal total biaya kontrak yang diestimasi.
  2. Berdasarkan survey atas pekerjaan yang telah dilaksanakan atau 
  3. Berdasarkan peyelesaian suatu bagian secara fisik dari pekerjaan kontrak. 
Dari ketiga cara diatas, cost to cost basis adalah cara paling populer dan cenderung disarnkan oleh para praktisi akuntansi. cara tsb ini lah yang oleh sebagian praktisi pajak dan WP dianggap sebagai satu satunya cara yang boleh dipergunakan oleh pengusaha jasa konstruksi dalam meghitung besarnya penghasilan kena pajak mereka. Anggapan ini muncul karena dalam memori penjelasan Pasal 6 PP nomor 138 thaun 2000 contoh yang diberikan adalah contoh perhitungan penghasilan pengusaha jasa konstruks berdasakran cost to cost basis.

Berlanjut ke BAGIAN 2
Olá! Se você ainda não assinou, assine nosso RSS feed e receba nossas atualizações por email, ou siga nos no Twitter.
Nome: Email:

0 komentar:

Posting Komentar